Pendahuluan
Pesantren, kita ketahui sebagai lembaga pendidikan keagamaan tertua yang ada di Indonesia. Pesantren merupakan ujung tombak pendidikan Islam, yang di dalamnya tradisi salaf berusaha terus dihidupkan. Lembaga pendidikan ini menekankan pada penguasaan kitab kuning yang berisi kajian dalam berbagai bidang sepeerti; ilmu gramatika Arab (Nahwu, Sharaf, Balaghah dan Mantiq), Fiqh, Akidah, Akhlak, Tasawwuf, Tafsir dan Hadis. Dalam perkembangannya, beberapa pesantren telah mengelaborasi pendidikan formal, sehingga santri bisa mengaji juga bisa menjadi pemimpin-pemimpin negeri.
Pendidikan ini memiliki ciri khusus, yakni adanya pelajar yang menetap atau tinggal di komplek pesantren dalam kurun waktu yang lama. Pelajar inilah yang disebut dengan santri. Meskipun pada perkembangannya, istilah santri tidak hanya untuk pelajar yang menetap di pesantren, namun lebih umum untuk siapapun yang menimba ilmu kepada seorang kyai. Akan tetapi, istilah santri lebih melekat pada pelajar-pelajar yang secara khusus menetap di pesantren tertentu.
Di nusantara ini terdapat puluhan ribu pesantren yang terletak di berbagai provinsi hingga pelosok negeri. Pesantren-pesantren tersebut berdiri dengan berbagai latar belakang sejarah. Begitu pula arah pengembangannya, masing-masing pesantren memiliki visi dan misi yang berbeda.
Dari semua hal terkait pesantren di atas, tahukah kalian? Ternyata Nabi Muhammad telah memulai gaya pendidikan pesantren ini pada masanya. Santri mukimnya disebut dengan Ashabush Shuffah.
Siapa Ashabush Shuffah?
Ashabush Shuffah terdiri dari dua kata; ashab dan shuffah. Ashab asal katanya shahib, yang bermakna orang yang menjadi tuan (pemilik), misal frasa shahibul bait yang dimaksudkan adalah pemilik rumah atau tuan rumah. Atau berasal dari kata shahabah, yang artinya teman. Namun makna yang pertama lebih sesuai dengan maksud frasa tersbut. Sedangkan shuffah adalah bagian luar masjid atau yang biasa disebut serambi masjid.
Secara istilah, Ashabush Shuffah adalah sahabat-sahabat nabi Muhammad yang tinggal di serambi masjid Nabawi, Madinah. Jika merujuk definisi santri di atas, maka para sahabat itu bisa dikategorikan santri, sebagai orang-orang yang bermukim untuk menimba ilmu kepada Nabi Muhammad, yang jika dalam bahasa pesantren beliaulah kyainya. Ada pula yang menyebut para sahabat nabi yan tinggal di serambi Nabawi itu dengan “Ahlush Shuffah”
Ada beberapa sahabat yang termasuk dalam Ashabush Shuffah. Terdapat beberapa hadis yang menggambarkan kebiasaan sahabat-sahabat yang mendiami serambi Nabawi tersebut. Mereka ialah para sahabat muhajirin (orang yang berpindah dari Makkah ke Madinah). Dalam salah satu hadis disebutkan bahwa mereka berjumlah tidak kurang dari 70 orang sahabat Nabi. Mereka memilih serambi masjid Rasulullah itu sebagai tempat bermukim, lantaran tidak kebagian tempat tinggal bersama sahabat anshar.
Keseharian Ashabush Shuffah Dekat dengan Rasulullah SAW.
Kehidupan sehari-hari santri salaf lebih banyak digunakan mengabdikan diri kepada kiainya, Ashabush Shuffah pun demikian. Para Ashabush Shuffah banyak melakukan interaksi dengan Rasulullah SAW dalam keseharian mereka.
Mereka hidup dalam kesederhanaan. Pernah suatu ketika Rasulullah menghampiri mereka dan memberikan motivasi agar mereka tetap bersabar dalam keterbatasan. Seringkali ketika Rasulullah mendapatkan hadiah atau sedekah dari sahabat, beliau memanggil salah satu Ashabush Shuffah dan langsung memberikannya agar dibagi-bagi dengan temannya. Mereka juga sering dikunjungi sahabat yang tinggal di sekeliling masjid Nabawi, yang terkadang hanya datang untuk mengantar makanan meskipun sekedar kurma yang baru mereka petik dari kebun.