
Saat menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ), guru-guru dituntut untuk beradaptasi, menyesuaikan diri dengan materi, serta lebih kreatif untuk mendapat atensi dari anak-anak dan kepercayaan orang tua. Tak terkecuali guru Madrasah yang memiliki peran penting dalam membimbing pendidikan anak di usia emas.
Namun, pelaksanaannya pembelajaran di rumah tidaklah semudah yang dibayangkan. Ada dua faktor yang memengaruhi yakni semangat anak dan kemampuan orang tua dalam mendampingi.
Dua hal tersebut menjadi tantangan dalam penerapan pembelajaran, sebab jika semangat anak tiba-tiba hilang di tengah pembelajaran, otomatis orang tua kesulitan. Sebaliknya, jika orang tua tidak mengerti dalam mendampingi anak belajar daring maka proses belajar tidak maksimal.
Semakin muda umur siswa itu semakin sulit melakukan pembelajaran jarak jauh. Bukan hanya karena bentrok teknologi, tetapi anak yang semakin muda itu membutuhkan interaksi tatap muka untuk bisa mencapai level keterikatan sehingga dia bisa belajar. Itu adalah hukum alamnya pembelajaran, semakin muda semakin rentan untuk tidak mendapatkan pendidikan yang optimal
Pada masa pembelajaran daring, guru diharapkan melek teknologi dan mengasah kreativitasnya. Anak-anak di usia belia membutuhkan perhatian, interaksi, dan sosialisasi langsung dari pengajar. Berbeda dengan anak SMP hingga perguruan tinggi yang merasa lebih nyaman belajar menggunakan daring.
Anak-anak MI itu merasakan kasih sayang dari pertemuan langsung. Untuk itu, perhatian lebih saat belajar daring tetap harus kita berikan. Agar bisa menarik atensi mereka, guru-guru bisa menunjukkan sisi keartisan di sini. Dengan membuat video menarik yang menggunakan green screen, menjelma menjadi badut yang lucu, atau pun nenek sihir. Bergantung konteks pelajarannya, sehingga imajinasi anak tetap terbangun.